• Transfer antibodi dalam aiu liur, akan membantu?

    From 4cuano@gmail.com@21:1/5 to All on Tue Apr 14 04:53:36 2020
    Dalam kasus pandemi koronavirus SARS-CoV2 saat ini, banyak yang memakai antibodi orang yang sudah sembuh untuk dimasukkan ke dalam tubuh orang yang belum sembuh. Antibodi yang dimasukkan (lewat infus) itu nantinya akan membantu tubuh yang belum sembuh
    untuk membentuk antibodinya sendiri. Untuk keperluan ini dipakai plasma darah yang mengandung antibodi.

    Saya cari lewat google, katanya antibodi terhadap virus Hepatitis A dan HIV, bisa ditemukan di alir liur penderita. Yang saya belum tahu adalah:

    1. Apakah pada air liur orang yang sudah sembuh dari SARS-CoV2 juga ditemukan antibodi terhadap virus korona penyebabnya.

    2. Kalau ada , maka apakah antibodi dalam air liur itu bisa dipakai.

    Maksudnya, daripada pemindahan plasma darah yang lebih sulit, kan bisa pakai pemindahan air liur. Maksudnya dengan memindahkan air liur yang mengandung antibodi ke mulut pasien, atau ke lubang hidung pasien. Apakah akan membantu tubuh donor untuk
    menciptakan antibodinya sendiri "belajar" dari antibodi orang lain yang masuk.

    Tetapi itu cuma pertanyaan hasil angan-angan saya sebagai orang awam.

    Saya tidak tahu apakah akan ada peneliti dari kalangan sains dan medis yang akan menindaklanjuti pertanyaan saya ini.

    -sw

    --- SoupGate-Win32 v1.05
    * Origin: fsxNet Usenet Gateway (21:1/5)
  • From alien@21:1/5 to All on Wed Apr 15 07:31:18 2020
    On 14 Apr 2020 at 13.53.36 GMT+2, "4cuano@gmail.com" <4cuano@gmail.com>
    wrote:

    Dalam kasus pandemi koronavirus SARS-CoV2 saat ini, banyak yang memakai antibodi orang yang sudah sembuh untuk dimasukkan ke dalam tubuh orang yang belum sembuh. Antibodi yang dimasukkan (lewat infus) itu nantinya akan membantu tubuh yang belum sembuh untuk membentuk antibodinya sendiri. Untuk keperluan ini dipakai plasma darah yang mengandung antibodi.

    Saya cari lewat google, katanya antibodi terhadap virus Hepatitis A dan HIV, bisa ditemukan di alir liur penderita. Yang saya belum tahu adalah:

    1. Apakah pada air liur orang yang sudah sembuh dari SARS-CoV2 juga ditemukan antibodi terhadap virus korona penyebabnya.

    2. Kalau ada , maka apakah antibodi dalam air liur itu bisa dipakai.

    Maksudnya, daripada pemindahan plasma darah yang lebih sulit, kan bisa pakai pemindahan air liur. Maksudnya dengan memindahkan air liur yang mengandung antibodi ke mulut pasien, atau ke lubang hidung pasien. Apakah akan membantu tubuh donor untuk menciptakan antibodinya sendiri "belajar" dari antibodi orang lain yang masuk.

    Tetapi itu cuma pertanyaan hasil angan-angan saya sebagai orang awam.

    Saya tidak tahu apakah akan ada peneliti dari kalangan sains dan medis yang akan menindaklanjuti pertanyaan saya ini.

    -sw

    Sepanjang pengetahuan gue sampai saat ini, mereka tidak melakukan itu om, karena resikonya lebih besar daripada manfaatnya. Jangan lupa om, untuk melakukan percobaan terhadap manusia, itu perjalannya panjang sekali om.

    Namun, memang ada penelitian, mengenai, imunitas yang di turunkan, untuk covid ini, tapi penelitian ini terlalu gambang, karena, jumlahnya sedikit.

    Kalau tertarik om bisa baca disini

    Antibodies in Infants Born to Mothers With COVID-19 Pneumonia <https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2763854>

    Intinya, ada bukti perpindahan imunitas ke bayi, walaupun ada beberapa yang aneh, karena ada juga bayi yang mempunyai IgM yang biasanya ini hanya ada apabila, sedang terjadi infeksi. Walaupun dari hasil pemeriksaan, semua bayi ini negatif Covid 19, ddan sampai dengan 8 Maret 2020 tidak ada gejala klinis, terkena Covid.

    Jadi masih banyak yang perlu di lakukan, untuk mendapatkan hasil yang berarti mengenai hal ini om.

    BTW om, hepatitis A itu, agak unik om, penyakit yang selesai om, pilihannya, kalau tidak sembuh sempurna, ya bisa meninggal.
    Tapi kalau sudah sembuh, biasanya kemungkinan, sakit karena re-infeksi itu sangat jarang, setidaknya begitu yang dari saya baca dan pengalaman saya om. Oleh karena itu imunisasi hepatitis A sangat bisa bermanfaat.

    Namun tidak semua penyakit begitu kan om, lebih banyak penyakit yang bisa kena kembali / re-infeksi.

    Kembali ke COVID, itu yang sampai saat ini belum jelas, apakah orang yang
    sudah sembuh, bisa kembali sakit kembali, sesudah masa "protective" nya selesai.
    Pertanyaan berikutnya, disaat mereka tidak sakit tersebut, apakah mereka mampu menularkan ke orang lain.

    Kalau om jeli baca cerita, di China sekarang, sedang banyak di bicarakan mengenai, asymptomatic COVID, alias COVID tanpa gejala.
    Pertanyaannya

    1. Apakah, itu adalah false positif. karena rapid test itu false positif dan negatif nya tinggi.

    2. Apakah ini merupakan orang yang, betul betul tidak ada gejala. Namun kalau tidak ada gejala, kenapa dia di periksa untuk COVID, soalnya untuk di periksa itu, seharusnya ada indikasi bukan?

    3. Atau apakah hal ini di karenakan, akibat China membuat sistem baru, dimana, orang yang sebenarnya covid, tidak di masukan ke covid, untuk menekan statistik, dan ketika mereka membaik, mereka di test kembali, sehingga disebut lah asymptomatic. Padahal dulu sebenarnya dia sudah pernah sakit.

    Terlalu banyak kemungkinan, karena tranparasi, perjalanan penyakit ini,
    menjadi hal yang sensitif ahkir ahkir ini.

    Kalau om tanya saya, saya agak kurang yakin apakah mereka benar benar asymptomatic.
    Awalnya saya masih percaya, mungkin karena BCG, jadi bisa saja jadi asymtomatic, namun keluar berita dari WHO, yang menyatakan kemungkinan itu kecil walaupun masih dalam penelitian.

    Sehingga WHO tidak mengajurkan pemberian imunisasi BCG sebagai untuk menghindari diri dari covid 19, kalau ingin baca lebih lengkap bisa lihat di sini

    <https://www.who.int/news-room/commentaries/detail/bacille-calmette-gu%C3%A9rin-(bcg)-vaccination-and-covid-19>


    Tapi namanya ilmu itu kan berkembang om, jadi bisa jadi di kemudian hari ini akan terjawab.

    Yang saya sayangkan, kenapa harus sembunyi sembunyi dan mengaburkan data, malahan hal seperti ini, akan menghambat pengembangan itu sendiri.
    --
    - alien -
    ~ Work like you don't the money ~
    ~ Love like you've never been hurt ~
    ~ Dance like nobody is looking ~

    --- SoupGate-Win32 v1.05
    * Origin: fsxNet Usenet Gateway (21:1/5)
  • From wales hum@21:1/5 to All on Tue Sep 1 04:35:16 2020
    https://www.tribunnews.com/corona/2020/09/01/peneliti-temukan-tes-air-liur-dapat-deteksi-virus-corona-disebut-sama-andalnya-dengan-tes-pcr

    Peneliti Temukan Tes Air Liur Dapat Deteksi Virus Corona, Disebut Sama Andalnya dengan Tes PCR
    Selasa, 1 September 2020 16:44 WIB



    TRIBUNNEWS.COM - Dua penelitian baru menemukan tes untuk melacak virus dalam sampel air liur atau saliva sama andalnya dengan tes swab tenggorokan.

    Penelitian tersebut tentu menjadi perkembangan yang disambut baik oleh masyarakat.

    Sebab, tes swab melalui tenggorokan cenderung tidak nyaman karena penyeka yang panjang dan kaku dimasukkan ke dalam rongga hidung sehingga terasa seperti menggelitik otak.

    Namun, hal itu bukan satu-satunya keuntungan, bila hasil penelitian efektif maka hampir semua orang dapat melakukan tes berbasis air liur, sehingga masyarakat tidak perlu pergi ke tempat pengujian tes Covid-19.

    Ini juga meringankan waktu para tenaga medis dan mencegah mereka dari kemungkinan terkena virus.



    Dalam sebuah studi baru, tim dari Universitas Yale mengidentifikasi 70 pasien rumah sakit dengan Covid-19 yang infeksinya telah dikonfirmasi melalui tes usap hidung dan tenggorokan (tes polymerase chain reaction/PCR).

    Setiap kali petugas kesehatan melakukan tes usap , para peneliti juga meminta pasien untuk melakukan tes air liur.

    Para peneliti menemukan, tes air liur melakukan pekerjaan yang lebih baik untuk mendeteksi virus yang secara resmi dikenal sebagai SARS-CoV-2 ini.

    Dalam lima hari pertama setelah diagnosis, 81 persen tes air liur kembali positif, dibandingkan dengan 71 persen tes usap tenggorokan.

    Bahkan kesenjangan serupa tetap ada sampai hari ke-10 setelah diagnosis.



    Selain itu, para peneliti mendeteksi lebih banyak salinan materi genetik virus dalam air liur pasien, daripada sampel yang diambil dari bagian belakang rongga hidung mereka.

    Untuk melihat bagaimana tes menumpuk di antara orang dengan infeksi tanpa gejala, para peneliti merekrut 495 petugas kesehatan tanpa tanda-tanda Covid-19 dan memberi mereka tes air liur.

    Hasilnya menunjukkan tiga belas orang yang telah di tes, positif virus corona.

    Di antara 13 orang itu, 9 orang telah melakukan tes usap hidung pada hari yang sama, dan hanya dua dari tes yang hasilnya positif.

    Namun, ke-13 orang dari tes air liur ini kemudian dikonfirmasi juga dengan tes usap tenggorokan.

    Hasilnya pun dilaporkan di New England Journal of Medicine.



    "Mengingat kebutuhan yang semakin meningkat untuk pengujian, temuan kami memberikan dukungan untuk spesimen air liur yang potensial dalam diagnosis infeksi SARS-CoV-2,” ujar tim Yale, dikutip dari SCMP, Selasa (1/9/2020).

    Dalam studi kedua, para peneliti dari Kanada merekrut hampir 2.000 orang dengan gejala ringan Covid-19 atau yang tidak memiliki gejala tetapi berisiko tinggi terinfeksi.

    "Desain penelitian dimaksudkan untuk mensimulasikan kondisi skrining massal," tulis para penulis studi itu.

    Peserta mengajukan tes usap hidung dan juga mengumpulkan sampel air liur mereka sendiri.



    Dari 1.939 pasangan tes, 34 kembali positif terinfeksi virus corona.

    Ada juga 14 kasus di mana virus terdeteksi di sampel air liur tetapi tidak di sampel hidung dan 22 kasus kebalikannya.



    Hasil ini dipublikasikan pada Jumat (28/8/2020) lalu di Annals of Internal Medicine.

    "Meskipun tes usap hidung mendeteksi lebih banyak infeksi daripada tes air liur."

    "Tes terakhir bekerja cukup baik untuk dipertimbangkan sebagai alat skrining," tulis tim dari Universitas Ottawa, Universitas Dalhousie dan Laboratorium Mikrobiologi Nasional Kanada.

    "Tes air liur memberikan keuntungan potensial," ungkap para peneliti.

    "Pengumpulan tes tidak memerlukan staf medis terlatih atau alat pelindung diri."

    "Tes pun dapat dilakukan di luar pusat pengujian dan dapat ditoleransi dengan lebih baik dalam populasi yang lebih menantang," jelasnya.

    Tim Yale juga mencatat beberapa manfaat yang sama dan menambahkan beberapa hal lainnya.

    Tes air liur menghilangkan kebutuhan petugas kesehatan untuk melakukan kontak dengan orang yang mungkin terinfeksi serta mengurangi risiko penularan.

    "Mampu melakukan tes tanpa petugas medis juga menghilangkan hambatan pengujian utama," tulis tim tersebut.

    (Tribunnews.com/Maliana)

    --- SoupGate-Win32 v1.05
    * Origin: fsxNet Usenet Gateway (21:1/5)